Rabu, 10 Juni 2015


Festival Panen Raya Nusantara di selenggarakan oleh NTFP-EP  Indonesia,WWF  Indonesia, Wahana  Lingkungan  Hidup  Indonesia  (WALHI), KEHATI,  GEF  SGP,Kemitraan,  RECOFTC, Aliansi  Masyarakat  Adat  Nusantara  (AMAN), Aliansi  Organis  Indonesia  (AOI),  Samdhana Institute,Perkumpulan  TELAPAK,  Jaringan Madu  Hutan  Nusantara  (JMHI)  ,  Jasa  Menenun Mandiri,  Sintang  ,Yayasan  Riak  Bumi, Pontianak,  Yayasan  Dian Tama,  Pontianak,  Kemitraan, Perkumpulan  Indonesia  Berseru (IB), Rumah Organik, Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM),WARSI, Jambi , Yayasan  Anak  Dusun  Papua  (YADUPA)  Jayapura,  Yayasan  Mitra Insani  (YMI)  Riau, Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) Lampung. Dilaksanakan di Lapangan Banteng Jakarta Pusat tanggal 6 - 7 Juni 2015.

Festival “Panen Raya Nusantara: Menuju Ekonomi Komunitas Adil Lestari” digagas berdasarkan
keprihatinan  akan  perhatian  terhadap  produk-produk  komunitas  yang  masih  termarjinalkan.
Padahal potensi dan ceruk pasar terhadap produk-produk komunitas sangat besar baik ditingkat
daerah, nasional maupun manca negara. Festival ini tidak hanya bersifat perayaan semata, tetapi
mencoba menghadirkan terobosan mekanisme injeksi bisnis produk komunitas dengan penggiat
industri  kreatif  untuk  meningkatkan  daya  jual  dan  pemahaman  akan  produk  komunitas  kepada
public.

Selain  pameran,  berbagai  acara  juga  telah  di  persiapkan  diantaranya  adalah  Talkshow  dengan
tema  “Produk Komunitas dan Hak Kekayaan Intelektual” –  Talkshow  ini  akan  membahas
terkait Hak Kekayaan Intelektual komunitas, dikaitkan dengan rejim paten yang berlaku saat ini.

Tema  “Produk  Komunitas  dan  Hak  Kekayaan  Intelektual”    Talkshow  ini  akan  membahas
terkait Hak Kekayaan Intelektual komunitas, dikaitkan dengan rejim paten yang berlaku saat ini.
 Hari/tgl   : Sabtu /6 Juni 2015, 10.30 -12.00 WIB. Tempat Lapangan Banteng,  Jalan Lapangan Banteng Barat Jakarta Pusat.

Narasumber terdiri Sharing sukses Geografik Indication dari 1. Julmansyah (Jaringan Madu Hutan Sumbawa), dan FORMADAT Krayan Kalimantan Utara 2.  Prof. Dr. Agus Sardjono, SH, MH (Dosen Hukum Universitas Indonesia). “Analisis Peluang  dan  Ancaman  Kebijakan  Nasional  dan  Internasional  atas  GRTKF Indonesia”, 2. Abdon Nababan dari Sekjen AMAN dengan Moderator Rasdi Wangsa dari Aliansi Organik Indonesia (AOI).

Keberhasilan perlindungan komoditi madu Sumbawa menurut Julmansyah akibat dari adanya upaya pencatatan (record) atas semua tahaan dan segala bentuk pengetahuan masyarakat (community knowladge) terkait dengan madu Sumbawa. Hal tersebut didukung oleh Prof. Dr. Agus Sardjono, menurutnya kendala komunitas di Indonesia adalah sebangain besar karena kuatnya budaya tutur atau verbal sehingga diperlukan upaya penulisan bagi pengetahuan masyarakat.

Perlindungan komoditi madu Sumbawa juga merupakan produk kehutanan pertama yang telah mendapat perlindungan dari negara, sementara menurut Julmansyah sebagian besar komoditi yang telah mendapat perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Indikasi Geografis adalah kopi dari berbagai daerah.

Kamis, 28 Mei 2015

 Jika berkunjung ke Sumbawa dan ingin menikmati madu Sumbawa di desa sekitar hutan, maka datang saja ke Desa Batudulang. KPHP Batulanteh bersama Jaringan Madu Hutan Sumbawa dan pemerintah Desa Batudulang berikhtiar untuk menjadikan Batudulang sebagai Desa madu Sumbawa. Di Batudulang berbagai kelompok telah disiapkan untuk menyambut tamu, misalnya KUB Sumber Alam dan Koperasi Hutan Lestari Desa Batudulang.
Sesungguhnya telah banyak tamu yang berkunjung ke desa ini. Akan tetapi kunjungan rombongan BPPT Jakarta tanggal 7 Mei 2015 ini ingin mengetahui tentang madu Sumbawa. Hal tersebut setelah mendengar presentasi Bapak Julmansyah Kepala KPHP Batulanteh dan juga Fasilitator JMHS, membuat para ilmuan Indonesia tertarik untuk mengetahui lebih jauh.

Salah satu anggota tim BPPT yakni Dr. Gigih Atmaji mengakui sangat tertarik untuk mengembangkan berbagai produk madu Sumbawa. Gigih Atmaji kemudian menyampaikan bahwa input teknologi terkait dengan misalnya pengurangan kadar air.

Menurut Julmansyah, Desa Batudulang akan dijadikan sebagai Pusat Pembelajaran Produk Hasil Hutan Madu Sumbawa. Dimana di desa ini ada proses panen hingga pasca panen madu Sumbawa. Termasuk pemasarannya dengan adanya outlet milik kelompok yang telah ada disana, ujarnya.

Sebuah inovasi dalam model pemberdayaan masyarakat, dimana ada proses pengembangan masyarakat yang berbasis pengetahuan masyarakat setempat. KPHP Batulanteh akan ikut mengawal model ini kedepan.



Jumat, 07 Februari 2014

Saat ini banyak produsen, pengusaha madu di banyak daerah membawa nama madu Sumbawa sebagai bagian dari produk ataupun promosinya. Meskipun kita masih menyangsikan kebenaran asal usul madu tersebut. Sehingga tak jarang jika madunya kualitasnya tidak baik maka akan merugikan nama baik madu Sumbawa. Lantas bagaimana kita meyakinkan konsumen atau memastikan bahwa madu tersebut berasal dari Sumbawa?. Pertanyaan lainnya adalah bagaimana dan siapa yang bisa mengatasnamakan madu Sumbawa?. Saat ini telah tersedia perangkat hukum melalui Undang-undang maupun peraturan pemerintah. yakni UU No 15 2011 tahun Tentang Merek serta PP No 51 tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis. Maka sejak 15 Desember 2011 JMHS telah terdaftar sebagai Pemegang Hak Atas Kekaayaan Intelektual (HAKI) Indikasi Geografis (IG) Madu Sumbawa. Hal tersebut yang dibuktikan dengan penyerahan sertifikat HAKI Indikasi Geografis (IG) oleh Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM kepada Gubernur NTB yang kemudian diserahkan kepada Bupati Sumbawa pada HUT NTB di Sumbawa Besar, 17 Desember 2011 lalu.

Menurut Julmansyah Fasilitator Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS), inisiatif untuk melakukan perlindungan (proteksi) hak intelektual produk ini sangat penting mengingat produk madu Sumbawa ini berpotensi menjadi komoditi perdagangan lintas negara lintas konsumen. Sehingga kita harus memiliki kepastian siapa yang berhak untuk melakukan pengawasan sekaligus ini menjadi bagian dari self regulation madu Sumbawa. Karena madu Sumbawa sudah menjadi merek dagang yang semua orang bisa gunakan. Jika tidak ada yang mengawal produk ini bukan tidak mungkin produk ini akan didaftarkan sebagi HAKI dari negara lain sepertinya Tempe, Kopi dan produk pangan lainnya.

Menurut Undang-undang tentang Merek tersebut, Indikasi geografi dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Pada pasal 57 dari Undang-undang ini disebutkan, ayat (1) Pemegang hak atas indikasi-geografis dapat mengajukan gugatan terhadap pemakai indikasi-geografis yang tanpa hak berupa permohonan ganti rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan etiket indikasigeografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut. Ayat (2) Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggaran untuk menghentikan kegiatan pembuatan, perbanyak serta memerintahkan pemusnahkan etiket indikasi-geografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut.

Kini dilabel-label madu Sumbawa produk JMHS telah dicantumkan logo HAKI Indikasi Geografis (IG) sebagai bentuk kebenaran bahwa madu tersebut benar-benar dari Sumbawa. Kementerian Hukum dan HAM setiap tahun melakukan inspeksi pada pemegang HAKI IG termasuk pada JMHS. Menurut Julmansyah, ini sejarah buat masyarakat Sumbawa bahwa ada komoditi Sumbawa yang pemegang HAKI nya adalah masyarakat Sumbawa. Kedepan harus segera menyusul Kopi Arabika Batulanteh, Terasi Empang, Permen susu penyaring dll.(jmhs)


Selasa, 14 Agustus 2012


          POTENSI LEBAH MADU HUTAN Apis dorsata DI KAWASAN 
      HUTAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO, RIAU DAN KABUPATEN
         SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT Sebuah Laporan Survai


Oleh:
Soesilawati Hadisoesilo
Sih Kahono
Suwandi


Pontianak, Juli 2011

Kerjasama
Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI) dengan Cordaid

Pemanfaatan madu telah terdokumentasi sejak jaman Mesir kuno untuk kebutuhan sehari-hari dengan harga yang tinggi pada masa itu. Saat ini, pemanfaatan madu semakin luas dalam skala industri besar dan farmasi, maupun skala industri kecil dan rumah tangga. Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sudah memanfaatkan madu lebah hutan secara turun temurun.
Madu lebah sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia walaupun tidak dianggap sebagai makanan tetapi hanya sebagai obat. Madu dihasilkan oleh beberapa jenis lebah baik yang mempunyai sengat (Apis spp.) maupun yang tidak mempunyai sengat (Trigona spp.).
Ada sembilan jenis lebah penghasil madu yang bersengat di dunia, enam di antaranya yakni Apis andreniformis, A. cerana, A. nigrocincta, A. koschevnikovi, A. nuluensis, dan A. dorsata merupakan lebah asli Indonesia. Salah satu jenis lebah madu yang dikenal produktif dalam menghasilkan madu adalah A. dorsata atau yang dikenal dengan lebah hutan. Lebah dorsata tersebar luas hampir di seluruh kepulauan di Indonesia, kecuali Papua dan Kepulauan Maluku yang tidak termasuk gugusan kepulauan Sunda Kecil.
Walaupun sampai saat ini A. dorsata masih belum bisa dibudidayakan, tetapi lebah ini merupakan penghasil madu terbesar di Indonesia. Sekitar 70% madu yang ada di Indonesia berasal dari A. dorsata. Beberapa daerah penghasil madu dorsata yang sangat terkenal diantaranya pulau Sumbawa, Provinsi Riau, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Provinsi Riau, merupakan salah satu penghasil madu yang potensinya cukup besar. Tiga Kabupaten yang berdekatan dengan TNTN dikenal sebagai penghasil madu adalah Kabupaten Kampar, Kuantan Singingi, dan Pelalawan. Di tiga kabupaten tersebut, tumbuhan pakan lebah masih sangat mendukung kehidupan A. dorsata, kondisi hutan sebagai sumber pakan dan tempat bersarang masih cukup bagus, disamping luasnya tanaman akasia (Acacia mangium) dan karet (Hevea brasiliensis) (Lampiran 1).
Selain TNTN, pulau Sumbawa juga telah dikenal sejak lama sebagai produsen madu hutan yang merupakan salah satu produk unggulan dari komoditi hasil hutan bukan kayu (Non Timber Forest Product = NTFP). Madu hutan mempunyai prospek dan daya saing untuk dimanfaatkan dan dikembangkan, yang telah membuka banyak lapangan kerja yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat di sekitar hutan dan masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) pada umumnya.
Kabupaten Sumbawa, dikenal sebagai salah satu sentra produsen madu hutan di Pulau Sumbawa selain Kabupaten Dompu, Bima, dan Sumbawa Barat. Potensi sumber daya alam hutan pada umumnya sangat besar sebagai sumber pakan bagi lebah madu hutan. Selain itu, potensi masyarakat yang telah memanfaatkan madu hutan secara turun-temurun, merupakan modal dasar dalam menggali potensi Kabupaten Sumbawa sebagai produsen madu hutan.
Walaupun potensi lebah hutan sudah dikenal sebagai penghasil madu, namun sampai saat ini jumlah produksi madu hutan belum terdokumentasi dengan baik. Laporan ini merupakan hasil survai yang bertujuan untuk mengetahui potensi  kawasan hutan TNTN dan Kabupaten Sumbawa sebagai produsen madu hutan bekerjasama dengan Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI).

Senin, 11 Juni 2012

Tanggal 7 Juni 2012 bertempat di Jalan Ki Hajar Dewantara Kelurahan Pekat Kec. Sumbawa, Rumah Madu Sumbawa di resmikan oleh Bupati Sumbawa Drs. H. Jamaluddin Malik. Menurut Bupati Sumbawa, Madu Sumbawa merupakan icon Sumbawa. Sekalipun yang hadir pada acara yang sederhana ini sedikit saya tetap datang untuk meresmikan Rumah Madu Sumbawa ini. Mengingat selama Kab. Sumbawa ini ada kita tidak memiliki suata rujukan dimana Madu Sumbawa yang dapat dipercaya kualitasnya. Karena nilai strategis tersebut makanya saya hadir pada acara Peresmian Rumah Madu Sumbawa, jelas Bupati Sumbawa.


Acara ini merupakan hasil kerjasama Jaringan Madu Sumbawa (JMHS) dengan Bank BNI yang didukung oleh Pemda Sumbawa dan Kementerian Kehutanan. Pada acara tersebut Bupati Sumbawa akan mendukung JMHS agar usaha ini terus berjalan dengan membantu bantuan sarana operaional dan modal Rp. 25 juta rupiah.

Menurut Julmansyah selaku Fasilitator JMHS, Rumah Madu ini ndihajatkan sebagai sarana pemasaran produk madu masyarakat Sumbawa yang telah didampingi oleh JMHS dengan sejumlah teknik panen yang menghasilkan madu dengan kualitas baik. Disamping itu JMHS menerapkan sistem tracebility yang memungkinkan madu diketahui asal usulnya. Diakui oleh Julmansyah, bekerja dengan petani Madu sungguh tidak mudah tetapi JMHS telah menghajatkan bahwa bekerja untuk madu Sumbawa berarti membantu ribuan petani madu dan mempertahankan nama Madu Sumbawa. Apalagi JMHS merupakan pemehang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Madu Sumbawa, yang diakui oleh perundang-undangan.

Beberapa produk Madu Sumbawa yang dipasarkan di Rumah Madu yakni botol jerigen ukuran 1.000 ml (1 liter) Rp. 160.000,- ukuran jerigen kecil 500 ml Rp. 80.000,- dan ukuran botol selai 230 ml Rp. 45.000,-. serta ukuran 150 ml Rp. 25.000,- Menurut Julmansyah kedepan Rumah Madu Sumbawa akan memasarkan madu dengan kadar air yang Standar Nasional Indonesia (SNI) minimal 22%. Selama ini madu yang beredar dipasaran lokal Sumbawa merupakan madu dengan kadar air tinggi (alami tanpa) berkisar antara 24% - 28%. Semakin tinggi kadar air akan mempengaruhi kualitas madu tersebut.

Pemesan di luar kota Sumbawa, seperti Mataram dan Surabaya akan tetap dilayani dengan ongkos kirim ditanggung oleh konsumen. Konsumen dapat memesan langsung melalui telepon yang berhubungan dengan Menejer Rumah Madu Sumbawa, Endang Komaladewi (081803692260 atau 082145013111) dengan konsumen mentransfer uangnya disertai dengan bukti pengirimannya dapat melalui email: endangkomala@yahoo.com***